Hukum dan Proses Perceraian Dalam Agama Islam


Perceraian atau talak yang dikenal juga dengan istilah gugat cerai adalah pemutusan hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariah Islam dan/atau sah menurut syariah dan negara. Perceraian adalah hal yang menyedihkan dan memiliki implikasi sosial yang tidak kecil terutama bagi pasangan yang sudah memiliki keturunan. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia dihindari. Namun Islam memberi jalan keluar apabila ia dapat menjadi jalan atau solusi terbaik bagi keduanya.


DEFINISI CERAI TALAK

Dalam syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, اسم لحل قيد النكاح) atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.

DALIL DASAR HUKUM PERCERAIAN TALAK

- QS Al-Baqarah 2:229
الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

- QS At-Talaq 65:1-7
أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لاَ تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلاَّ أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لاَ تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا*

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا*

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا*

وَاللاَّئِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللاَّئِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلاتُ الأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا*

ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا*

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَ تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاَتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى*

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.(ayat 1)

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(ayat 2)

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(ayat 3)

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4)

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. (ayat 5)

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.(ayat 6)

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(ayat 7)

HUKUM CERAI/TALAK
Hukum talak/perceraian itu beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah. Rinciannya sbb:

TALAK ITU WAJIB APABILA:

  1. Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
  2. Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
  3. Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

PERCERAIAN ITU HARAM APABILA:

  1. Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
  2. Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
  3. Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya.
  4. Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.

PERCERAIAN ITU HUKUMNYA SUNNAH APABILA:
  1. Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
  2. Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

CERAI HUKUMNYA MAKRUH APABILA:

Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama

CERAI HUKUMNYA MUBAH APABILA

Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

RUKUN PERCERAIAN/ TALAK
Ada 2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya perceraian.

Rukun Talak bagi Suami

  • Berakal sehat
  • Baligh
  • Dengan kemauan sendiri

Rukun Talak bagi Isteri

  • Akad nikah sah
  • Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Lafadz/teks talak:

  • Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
  • Dengan sengaja dan bukan paksaaan

JENIS PERCERAIAN ADA 2 (DUA)

Ditinjau dari pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu (a) cerai talak oleh suami kepada istri dan (b) gugat cerai oleh istri kepada suami.

A. GUGAT CERAI OLEH SUAMI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak yang paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan. Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.

Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb:

Talak raj’i

Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

Talak bain

Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.

Talak sunni

Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci

Talak bid’i

Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).


Talak taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.


B. GUGAT CERAI OLEH ISTRI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:

1. Fasakh

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:

  • Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
  • Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya).
  • Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
  • Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.

Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

2. Khulu’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229

APA ITU TALAK BA'IN SHUGHRA

Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in shughra (talak ba'in kecil).

Efek hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.


IDDAH MASA TUNGGU

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi istri yang ditalak raj'i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru. Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah yang baru.

Rincian masa iddah sbb:

1. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
2. Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq 65:4).
3. Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa iddahnya tiga kali haid yang sempurna(QS Al-Baqarah 2:228).
4. Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan (At-Thalaq 65:4).
5. Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup baginya menahan diri selama satu kali haid.
6. Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.


PROSEDUR PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

Ada beberapa tahapan dalam melakukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik menyangkut cerai talak oleh suami atau cerai gugat oleh istri sbb:

PROSES CERAI TALAK OLEH SUAMI DI PENGADILAN AGAMA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:

1. Mengajukan permohonan sebagai berikut:
  • Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
  • Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
  • Surat permohonan dapat dirub`h sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
2. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :
  • Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
  • Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
  • Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
  • Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
3. Permohonan tersebut memuat :
  • Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
  • Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
  • Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).

5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara
 
1.  Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri       persidangan.
3. Tahapan persidangan :
  • Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
  • Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
  • Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
  • Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syarhah tersebut;
  • Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut;
  • Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.

 4. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
  • Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
  • Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;
  • Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989);

PROSES GUGAT CERAI OLEH ISTRI DI PENGADILAN AGAMA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :
1. a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
c. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.

2. a. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
b. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
c. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’aah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).

3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4. Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).

5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).
6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara
1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan
3. Tahapan persidangan :
  • Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
  • Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
  • Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);

Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut :
  • Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
  • Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
  • Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

===============
RUJUKAN

- Kitab Al-Umm oleh Imam Syafi'i
- Kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab oleh Imam Nawawi
- Kitab Fathul Wahhab oleh Abu Zakariya Al Anshari.
- Kitab Fathul Qorib oleh Al-Ghazi
- www.pa-negara.go.id 

Sumber artikel:
 http://www.alkhoirot.net/2012/10/perceraian-dan-talak.html

18 komentar:

nomor cantik im3 mengatakan...

Ada banyak alasan yang kerap dijadikan dasar sepasang kekasih untuk memutuskan menikah, begitu pula ketika dalam perjalanannya ternyata banyak ujian dan cobaan yang mungkin saking terasa beratnya membuat pasangan itu kemudian seolah menyerah lalu memutuskan untuk bercerai. Namun jika saja pasangan itu dari awal sudah membuat pondasi kuat untuk membangun rumah tangga yang mana satu-satunya dasar adalah karena Allah, maka ketika kemudian timbul keinginan untuk bercerai, kalaupun hmemang terpaksa harus dilakukan, maka lakukanlah karena Allah juga, dalam artian, perjuangkan sebisa mungkin untuk menghadapi cobaan seraya tidak lupa berpasrah diri menyerahkan keputusan terakhir hanya kepada Allah. Niscaya, In sha Allah apapun yang memang harus terjadi, jadikanlah itu dikarenakan memang kehendak Allah.

yusi mengatakan...

Jika suami tdk tau dan tdk ingat waktu pertengkaran dg istri brp kl talak kinayah di ucapkan dan suami jg tdk ingat apakah ada niat menceraikan waktu ngucapkan talak kinayah misalnya aku antar km pulang ke rmh org tua mu.dia tdk ingt apakah niat dia ngancam atau mau bercerai.

Unknown mengatakan...

Salam . Maaf . Jika suami mengatakan dlm keadaan marah kerana dipaksa oleh isteri adakah sah talak . Rasanya tidak kerna waktu itu fikirannya tidak dpt berfikir dgn waras ats desakan isteri . Mohon penjelasan yaa

Peace And Love mengatakan...

saya sudah ditinggalkan pergi oleh suami saya selama 3 tahun , sayapun sudah mengajukan gugatan cerai yang saat ini sayapun belum tau apakah saya sudah bercerai atau tidak karena saya membayar orang untuk mengurusnya , 2 tahun sudah saya nunggu tapi belum ada kepastian ....
saya sedikit kasihan dengan wanita muslim yang ditinggalkan suaminya , apa lagi kalau wanita itu hidupnya tidak berkecukupan atau memiliki anak , apa jadinya mereka ,, saya sedikit kecewa dengan agama islam karena apa yang terjadi kepada wanita ...
tidak ada kebebasan semuanya dibatasi , kalau bisa dikata wanita itu hanya menjadi mainannya laki2 ...
mungkin tidak semua tapi dari apa yang saya lihat semuanya hampir tidak ada yang benar terhadap wanita tapi sayang saja orang2 ini bukan menolong malah mempersulit ..
terima kasih

CHOCHO mengatakan...

mohon untuk shared, semoga kita dijauhkan dari pertikaian, perceraian amiin. Semoga yang sedang dalam masalah didalam berkeluarga segera terselesaikan, yang sedang menjalin hubungan atau baru menikah semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Dan yang sedang dalam proses perceraian atas suatu sebab, semoga diberikan suatu kemudahan serta jalan keluar terbaik.. amiin ya rabbal alamin

OSI Center mengatakan...

Ibu Desita yang baik...
Pada hakikatnya pembatasan-pembatasan yang ada dalam syariat Islam terhadap wanita adalah demi kehormatan & martabat wanita itu sendiri. Coba saja tengok pembuktiannya dari apa yang kita lihat pada kehidupan sehari-hari yang lebih luas lagi.

Semestinya ada pertanyaan susulan: Apakah kaum pria dalam Islam juga dibatasi? Jawabannya: YA !

Adil bukan? Karena kalau kita kembalikan kepada hakikat dari pembatasa-pembatasan yang ada seluruhnya bermuara kepada yang telah disebutkan di atas: Kehormatan & martabat yang bersangkutan.

Hanya saja yang disayangkan memang tidak semuanya (termasuk yg sudah Islam sejak kecil) memahami secara benar dasar-dasar penerapan Hukum/Syariat Islam yang ada. Sehingga seringkali seperti debat kusir tanpa dasar kelilmuan tentang masalah syariat ISlam yang berkaitan dengan hakikat pembatasan-pembatasan yang ada yang sebenarnya jauh lebih mulia dibandingkan dengan issue HAM yang selalu digembar-gemborkan oleh kaum liberal maupun musuh/pembenci Agama Islam.

OSI Center mengatakan...

Aamiin....terima kasih telah berkunjung & berkomentar... :)

OSI Center mengatakan...

Marah (ghadhab) itu ada dua macam. Pertama, marah biasa yang tak sampai menghilangkan kesadaran atau akal, sehingga orang masih menyadari ucapan atau tindakannya. Kedua, marah yang sangat yang menghilangkan kesadaran atau akal, sehingga seseorang tak menyadari lagi ucapan atau tindakannya, atau marah sedemikian rupa sehingga orang mengalami kekacauan dalam ucapan dan tindakannya. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 9/343).

Para fuqaha sepakat jika suami menjatuhkan talak dalam keadaan marah yang sangat (kategori kedua), talaknya tidak jatuh. Sebab ia dianggap bukan mukallaf karena hilang akalnya (za`il al-aql), seperti orang tidur atau gila yang ucapannya tak bernilai hukum. Dalilnya sabda Nabi SAW,”Diangkat pena (taklif) dari umatku tiga golongan : anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga waras.” (HR Abu Dawud no 4398). (Ibnul Qayyim, Zadul Ma’ad, 5/215; Sayyid Al-Bakri, I’anah al-Thalibin, 4/5; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 9/343; Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 29/9).

Namun fuqaha berbeda pendapat mengenai talak yang diucapkan dalam keadaan marah biasa (thalaq al-ghadbaan). Pertama, menurut ulama mazhab Hanafi dan sebagian ulama mazhab Hambali, talak seperti itu tak jatuh. Kedua, menurut ulama mazhab Maliki, Hambali, dan Syafi’i, talaknya jatuh. (Hani Abdullah Jubair, Thalaq al-Mukrah wa al-Ghadbaan, hal. 19; Ibnul Qayyim, Ighatsatul Lahfan fi Hukm Thalaq al-Ghadban, hal. 61).

Pendapat pertama antara lain berdalil dengan hadits Aisyah RA bahwa Nabi SAW bersabda,”Tak ada talak dan pembebasan budak dalam keadaan marah (laa thalaqa wa laa ‘ataqa fi ighlaq).” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah). (Musthofa Al-‘Adawi, Ahkam Al-Thalaq fi al-Syari’ah al-Islamiyah, hal. 61).

Pendapat kedua antara lain berdalil dengan riwayat Mujahid, bahwa Ibnu Abbas RA didatangi seorang lelaki yang berkata, ”Saya telah menjatuhkan talak tiga kali pada istriku dalam keadaan marah.” Ibnu Abbas menjawab, ”Aku tak bisa menghalalkan untukmu apa yang diharamkan Allah. Kamu telah mendurhakai Allah dan istrimu telah haram bagimu.” (HR Daruquthni, 4/34). (Hani Abdullah Jubair, Thalaq al-Mukrah wa al-Ghadbaan, hal. 24).

Menurut kami, yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua, yakni talak oleh suami dalam keadaan marah tetap jatuh talaknya. Alasannya, hadits Aisyah RA meski menyebut talak orang yang marah tak jatuh, tapi yang dimaksud sebenarnya bukan sekadar marah (marah biasa), melainkan marah yang sangat. Imam Syaukani menukilkan perkataan Ibnu Sayyid, bahwa kalau marah dalam hadits itu diartikan marah biasa, tentu tidak tepat. Sebab mana ada suami yang menjatuhkan talak tanpa marah. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1335).

Kesimpulannya, suami yang menjatuhkan talak dalam keadaan marah dianggap tetap jatuh talaknya. Sebab kondisi marah tidak memengaruhi keabsahannya tasharruf (tindakan hukum) yang dilakukannya, termasuk mengucapkan talak. Kecuali jika kemarahannya mencapai derajat marah yang sangat, maka talaknya tidak jatuh. Wallahu a’lam

OSI Center mengatakan...

Tetap jatuh talak

OSI Center mengatakan...

Barakallah.....Sukron..

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum wr wb..

Saya sedang menghadapi dimana calon suami saya mau menikahkan saya karna tuntutan (berzina dan sudah terlanjur menggugurkan anaknya). Dia mengungkapkan bahwa menikahkan saya hanya untuk memenuhi dasar hukum dan setelahnya saya akan diceraikan (karna terdesak oleh orgtua saya dan dia tidak ingin menjalankan kehidupan rumah tangga dengan saya)..

bagaimnaa menurut anda? Terima kasih

Unknown mengatakan...

Asalamualaikum wr wb
Mau tanya jika seorang suami dengan jelas mengatakan talak 1 pada istrinya dan berulang ulang mengatakan kata lebih baik kita pisahan apakah ini sudah di sebut talak sebenarnya ? Dan apakah mereka masih bisa rujuk kembali

Unknown mengatakan...

assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatu

saya sudah ditalak 2 oleh suami saya, beberapa bulan kemudian, ketika kita bertengkar lagi ,suami saya mengatakan "memang dari dulu saya ingin menceraikan kamu, kamu yang selalu tidak mau" .. apakah itu artinya dia ingin benar-benar bercerai dengan saya (cerai/talak3) ?

azka's mom mengatakan...

Suami sy berselingkuh.. mungkin jalan terbaik untuk kami pisah.. apakah sy akan mendapatkan hak asuh anak2 sy.. karna hanya itu yg jadi pikiran sy.. sy takut kehilangan anak2 sy.. mohon penjelasanny..

Baguz_purwo mengatakan...

Assalamualaikum wr wb,
karena bertengkar dan istri merasa ketakutan, istri saya kabur pulang kerumah orang tuanya saat saya sedang bekerja. Ketika saya menyusulnya istri yang dalam keadaan emosi dan tertekan (kebetulan itu istri sedang haid hari-hari akhir) meminta cerai dari saya...dengan alasan saya kasar dan ringan tangan.
Saya ringan tangan ke istri bukan untuk mendzolimi ataupun ingin menang sendiri..tapi saya ringan tangan karena istri suka membantah dan khawatir dia menjadi pembangkang dan tidak menurut pada saya.
Karena hal-hal yang dipermasalahkan istri hingga dia berani dan melawan saya adalah sesuatu yang tidak terlalu penting untuk rumah tangga saya. Dan hal itu bisa kita bahas lagi suatu saat nanti jika memang saya rasa sudah waktunya.
Sekarang istri ingin melanjutkan rumah tangga dengan saya, namun keluarganya sudah tidak bisa menerima saya (karena memang mereka benci saya dari sebelum menikah).
Apakah yang harus saya lakukan?
Saya sangat mencintai istri saya.
Saya ga tega melihat istri ditahan dirumah orang tuanya dan diawasi terus setiap gerak geriknya, sedang saya selalu diusir jika datang kesana dan istri hanya bisa menangis tak bisa berbuat apa-apa..
Saya sangat butuh bantuan..
semoga ada yang baik hati mau menolong saya..
wassalamualikum wr wb

Anonim mengatakan...

Pada saat bertengkar,suami menyuruh istrinya pulang ke rumah orangtuanya,apakah itu termasuk dalam kata talak/cerai?

Unknown mengatakan...

Artikelnya sangat membantu, terimakasih disini penjelasannya sangat detail sekali.

MJ PERFUME MEDAN mengatakan...

Suami sy menjalin hub dg wanita lain, saat sy minta utk dicerai kan dy tdk mau.. Tp dy masih saja meladenin wanita itu. Sy sdh ultimatum utk akhir taon ini utk di clear kn dg baik2 tp ttp dy undur. Sy sdh terlalu sakit hati dg apa yg dibuat mereka. Dan paling sakit hati sy terus dipermainkan dg kata janji dan sampai mau bersumpah diatas al-quran dan disaksikan org tua sy tp tdk ada.
Pelakor itu mempost foto di sosmed sampai kelrg dan teman tau. Tolong beri sy jalan keluar

Advertise